
Berlakunya Undang-undang Cipta Kerja (UUCK) UU Nomor 6 Tahun 2023 Jo UU Nomor 11 Tahun 2020, memberikan penguatan pelaksanaan Sinkronisasi Kebijakan Satu Peta melalui Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian telah menetapkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 1-32 Tahun 2023 terkait Peta Indikatif Tumpang Tindih (PITTI) Ketidaksesuaian Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah dan Hak Pengelolaan (PITTI Perizinan dan HAT) pada tanggal 3 Januari 2023 sebagai acuan penyelesaian ketidaksesuaian / izin, konsesi, hak atas tanah dan hak pengelolaan. Lebih spesifik di Provinsi Kalimantan Barat, PITTI Ketidaksesuaian Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah dan Hak Pengelolaan ditetapkan melalui Kepmenko Perekonomian Nomor 20 Tahun 2023.
Sebagai komitmen Pemerintah dalam memperkuat kelembagaan penyelesaian kasus ketidaksesuaian pemanfaatan ruang untuk mewujudkan good governance dan akselerasi kebijakan penyelesaian konflik ruang, pada tanggal 30 Agustus 2023, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menggelar Rapat Koordinasi Penyusunan Rencana Aksi Penyelesaian Ketidaksesuaian / Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah dan Hak Pengelolaan di Provinsi Kalimantan Barat bersama Kementerian/Lembaga terkait serta instansi terkait di lingkup Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Berdasarkan Kepmenko Perekonomian Nomor 20 Tahun 2023, Kalimantan Barat memiliki total luas ketidaksesuaian sebesar ± 3,34 juta hektar atau sekitar 22,68% terhadap luas wilayah Provinsi Kalimantan Barat. Detail indikasi tumpang tindih ketidaksesuaian adalah sebagai berikut:
- 5,98% untuk Ketidaksesuaian Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah dan/atau Hak Pengelolaan dalam Kawasan Hutan pada tatakan selaras;
- 0,5% untuk Ketidaksesuaian Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah dan/atau Hak Pengelolaan dalam Kawasan Hutan pada tatakan belum selaras;
- 3,03% untuk Ketidaksesuaian Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah dan/atau Hak Pengelolaan dengan RTRWP dan/atau RTRWK pada tatakan selaras; dan
- 13,58% untuk Ketidaksesuaian Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah dan/atau Hak Pengelolaan dengan RTRWP dan/atau RTRWK pada tatakan belum selaras.
Peraturan Presiden Nomor 127 Tahun 2022 tentang Kelembagaan dan Tata Kelola Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah. Salah satu muatan dalam Peraturan Presiden ini adalah bahwa Rencana aksi sebagai dasar kerja yang mengatur Rekomendasi Penyelesaian Ketidaksesuaian termasuk penyesuaian, penerbitan, perubahan dan/atau pencabutan data geospasial tata ruang, kawasan hutan, izin, konsesi, hak atas tanah, dan/atau hak pengelolaan.
Rapat Koordinasi yang diselenggarakan di Data Analytic Room (DAR), Kantor Gubernur Kalimantan Barat dibuka oleh Drs. Ignasius IK, S.H., M.Si. selaku Asisten Perekonomian dan Pembangunan Provinsi Kalimantan Barat. Dalam kesempatan tersebut, beliau menyampaikan bahwa sampai saat ini Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat telah melalui proses pelepasan Kawasan Hutan untuk kawasan transmigrasi seluas ±28.804,72 hektar serta pelepasan Kawasan Hutan untuk budidaya pertanian dan non kehutanan seluas ±278.699,27 hektar. Melalui PPTKH, pemerintah juga telah melaksanakan redistribusi lahan sekaligus memberikan hak kepemilikan serta akses pengelolaan atas hutan negara melalui mekanisme perhutanan sosial. Di samping itu Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat tetap memiliki target mempertahankan tutupan hutan seluas ±7,6 juta hektar berdasarkan Dokumen Rencana Kerja Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030.
Dr. Andi Renald, ST., MT. selaku Direktur Pengendalian Hak Tanah, Alih Fungsi Lahan, Kepulauan Dan Wilayah Tertentu, Kementerian ATR/BPN juga turut hadir menyampaikan beberapa poin substansi kaitannya dengan pengendalian pemanfaatan ruang. Berdasarkan amanat UU Cipta Kerja, instrumen pengendalian pemanfaatan ruang terdiri dari penilaian pelaksanaan KKPR dan pernyataan mandiri pelaku UMK, penilaian perwujudan Rencana Tata Ruang, pemberian insentif dan disinsentif, pengenaan sanksi bagi pelanggar, dan penyelesaian sengketa pemanfaatan ruang. Mekanisme insentif dan disinsentif sendiri diselenggarakan untuk meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang, memfasilitasi kegiatan pemanfaatan ruang, dan meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentingan. Dukungan Direktorat Jenderal Pengendalian Dan Penertiban Tanah dan Ruang dalam rangka penyelesaian ketidaksesuaian pemanfaatan ruang salah satunya melalui pengawasan dan pengendalian HGU melalui (1) kesesuaian pemanfaatan tanah dengan peruntukan pemberian hak; (2) kesesuaian Hak Atas Tanah terhadap kawasan hutan; dan (3) kesesuaian pemberian hak dengan Rencana tata Ruang.
Kemudian melalui perspektif kehutanan, Adhi Suprihadhi, S.Hut., M.Sc.selaku Kepala Balai Pengelolaan Hutan Lestari Wilayah VIII Pontianak, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memaparkan terkait pengaturan-pengaturan penyelesaian ketidaksesuaian dari berbagai isu spesifik yang dihadapi KLHK seperti ketidaksesuaian Kawasan Hutan dengan Perda RTRW, Izin/Konsesi sektor kehutanan dengan Kawasan Hutan, Izin/Konsesi sektor kehutanan dengan Izin/Konsesi di luar sektor kehutanan, Izin/Konsesi di luar sektor kehutanan dengan Kawasan Hutan, maupun penguasaan masyarakat atau fasilitas sosial/umum milik Negara dalam Kawasan Hutan. Prinsipnya dalam menyelesaikan permasalahan ketidaksesuaian dari beberapa isu tersebut harus menganut regulasi-regulasi terkait kehutanan. Ada pun contoh lain berdasarkan PP No. 23/2021 dan PP No. 24/2021, penyelesaian penguasaan lahan di Kawasan Hutan oleh masyarakat dilaksanakan dengan penataan kawasan hutan melalui Perhutanan Sosial, Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, TORA, atau Penggunaan Kawasan Hutan.
Agenda Rakor ini diakhiri dengan penyepakatan Rencana Aksi Penyelesaian Ketidaksesuaian Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah dan/atau Hak Pengelolaan di Provinsi Kalimantan Barat sekaligus penyerahan data dan informasi spasial PITTI Ketidaksesuaian Perizinan dan Hak Atas Tanah Provinsi Kalimantan Barat. Kedepannya rencana aksi tersebut dijadikan sebagai instrumen acuan dalam pelaksanaan penyelesaian ketidaksesuaian izin dan hak atas tanah di Provinsi Kalimantan Barat bagi para pemangku kepentingan baik di level pemerintah pusat, pemerintah provinsi, hingga pemerintah kabupaten/kota. Penataan perizinan dan hak atas tanah dalam pelaksanaannya diharapkan mewujudkan kepastian hukum, kelayakan kegiatan usaha, perbaikan iklim investasi serta mendorong kontribusi ekonomi di Kalimantan Barat.
Berita Terkait

Siap Berkolaborasi! Pemprov Sulawesi Utara mendukung penuh Penyelesaian Ketidaksesuaian Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan Hak Pengelolaan di Provinsi Sulawesi Utara